Monkey Pucker Up Kissy
You Are Now A Rypolkazer. Follow me on Twitter @Devina_Kaulitz

Wont Post For 2 Weeks Ahead

Hello, Rypolkazers :)
Ada catatan penting nih yang aku mau kasih tau :)
Since now, i cant post any informations or more short stories till two weeks ahead.

But, tenang aja, setelah dua minggu kedepan,  aku akan post lebih banyak llagi cerita cerita pendek dan informasi-informasi yang baru dan tentunya berkualitas! So, jangan berhenti untuk buka blog ini yaaa :)

Thevearypolka  would never stop posting ;)

Alasan-nya :
Berhubung ujian UN yang akan berlangsung 12 hari lagi, maka aku akan fokus dulu ke sana :) Nanti setelah itu semua waktuku akan aku curahkan di Blog Ini :)

Wait For Me After Two Weeks Later, I Will Be Back :) I Promise You, Rypolkazers :)

Love.Hug.Kiss. Salam Rypolkazers!!
:) :*
PS: Look at the pic, Call me Ulet Pleksible :)

CHEERIO!!! But Follow me on Twitter anywayyy »  @Devina_Kaulitz

Cerpen By Devina (4)


LOVETA
31 Januari 2013 , 18:00
                “Huh?” Rasya membangkitkan tubuhnya yang baru semenit tadi dihempaskannya dikasur ber-cover buah stroberi yang berbahan empuk itu. “Huh? Ha?” Loveta mengangkat alis kirinya lebih tinggi dari alis kanannya. Dia menatap wajah teman dekatnya itu dengan ragu. Raut muka Rasya berubah seketika saat pertanyaan itu dilantunkan dari mulut Loveta. Rasya menatap gadis yang duduk disebelahnya itu lamat-lamat. Ia menghela nafas panjang , dan kekesalan yang tidak tertahan terlihat dari kedua mata hitamnya yang bening. Loveta hanya terdiam tak mengerti. Apa maksud Rasya menatapnya seperti itu?  Pikirnya.
                “Jaaadiii..?” Loveta menyadarkan sahabatnya yang berambut lebih panjang darinya itu. Nafasnya tertahan, menunggu tanggapannya.
                Rasya memalingkan mukanya, kemudian melirik Loveta dengan  tajam. “Jadi?” katanya dengan suara sedikit menekan. Jari-jari Loveta memainkan benang bajunya yang mulai mencuat keluar, ia tidak berani menatap cewe muda yang telah lama menjadi tempatnya untuk berbagi cerita, dan mencurahkan berbagai rasa, emosi dan canda tawa.
                “Oke..” Rasya mengangkat badannya, ia berjalan mundar-mandir didepan Loveta yang tampaknya benar-benar tidak sabar menunggu  jawaban dan tanggapan  tentang curhat-an yang dilontarkan panjang lebar olehnya dua menit lalu. “Oke , begini. “ Rasya melanjutkan kata-katanya. “Kamu mau aku jujur, Ta?”
                “ Iyalah. Masa bohongan ..” sambil mengangguk kencang, matanya masih melihat ke lantai kamarnya yang dilapisi oleh kramik putih bercorak biru langit.
                “ Jujur ya, Ta. Aku engga tahu harus bilang apa lagi. Kamu itu sebenernya udah kayak engga punya harga diri sama sekali didepan dia. Gini, kamu yang salah, kamu yang ninggalin dia, kamu minta dia balik, dia nolak, kamu galau, kamu nangis, kamu masih ngarep-ngarep ga jelas kayak gini. Itu tuh, denger kan? “ Seketika Rasya telah berada tepat didepan wajah Loveta yang memerah. Ia mencondongkan badannya sedikit kedepan, menunggu tanggapan gadis berambut ikal itu.
                “Iya , tapikan..” Loveta mencoba membela diri. Tetapi, belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya , Rasya memotongnya dengan cepat, sambil duduk bersilang diatas lantai dan mencoba mencari cara agar dirinya dapat menatap jelas wajah Loveta yang terkesan cukup manis.
                “Tapi apa? Kamu selalu saja menganggap semuanya gampang. Segampang itukah kamu minta balik setelah apa yang kamu lakuin sama dia? Segampang itukah? Dan aku tahu, kamu udah minta maaf, tapi layaknya papan tuh, kalau udah dipaku nah , terus kamu cabut lagi pakunya, tetep aja disitu ada lubangnya. Rasa sakit itu ga bisa sembuh hanya seuntai kata ‘Maaf’ ,Ta. Gabisa. Mungkin dia udah maafin kamu, tapi hatinya? Udah terluka, Ta. Udah sakit. “
                “Ras, tapi aku itu..” Ia mengangkat tubuhnya, berjalan kearah balkon kamarnya yang tidak begitu luas. Namun, Rasya tetap tidak membiarkannya untuk berkata lebih panjang dari itu. Rasya bangkit berdiri, mengikuti langkah gadis 16 tahun yang  postur tubuhnya lebih tinggi darinya, sambil berkata.
                “Iya, iya aku tahu. Aku tahu kalau kamu udah menyesal melakukannya. Tapi, penyesalan itu memang udah hukumnya ,Ta. Penyesalan ga selamanya negatif kok. Kamu bisa ambil kesimpulan ,kan ? Kamu bisa belajar dari ini semua, penyesalan kamu itu udah ngebuktiin kalau kamu masih punya hati, masih ada pengakuan dari kesalahan kamu sendiri. “
                Kini tubuh mereka berdiri sejajar. Kepala Loveta mengarah ke langit. Cahaya terang hampir saja pudar berganti hitam kelam. Angin berhembus kecil, namun terasa dingin dan menusuk . Bulu-bulu kaki dan tangannya dapat merasakan betapa dinginnya suasana malam itu. Ia menggigit bibir bawahnya yang merah muda alami.
                “ Jadi percuma aku menunjukkan rasa itu lewat social network?” tanya Loveta dengan nada ragu. Kedua tangannya saling bertautan.
                “ Aku ga tau , Ta , apa yang dipikiran kamu. Kamu itu, kamu itu bener-bener bodoh banget ,Ta. Apa kamu ga punya harga diri sama sekali? Kamu mohon-mohon ke dia lewat status-status bodoh kamu itu? I want you back, i miss you, why this is happening?, could we learn to love again?. Kalimat itu tuh yang sering aku liat di status-status kamu. Kamu udah kayak orang bego, tahu ga? Kamu kira itu bisa balikin semuanya? Kamu kira dengan nulis itu sampai beribu –ribu kali dia bakal cinta lagi sama kamu? Dia bakal sayang lagi sama kamu? Dia bakal balik lagi , terus bilang ‘Loveta, aku mau kita kayak dulu’. Gitu? Ga akan ,Ta. Dia ga akan pernah ngelakuin hal-hal yang kamu bayangin. Khayalan kamu itu terlalu tinggi, Ta! Kamu harus benar-benar nerima kenyataan. Kita itu hidup didunia bukan dunia khayalan yang semuanya bisa kamu karang sesuka hati! Kamu harusnya mikir dong, Ta! Betapa sakitnya dia gara-gara kamu sakitin! Kamu harus tahu itu! Lagian kayak ga ada cowo lain aja? Percuma kamu nulis-nulis status gituan, percuma kamu nangis-nangis sambil nelpon aku tiap pulang sekolah . Nangis lima ember pun dia ga akan respek kamu lagi, Ta. Ini saatnya kamu buka mata kamu! Buka juga pikiran kamu. Kamu itu udah kayak ga punya harga diri dimata dia. Kamu itu bener-bener ga mikir apa? Semua usaha kamu itu sia-sia. Sia-sia, Ta! Jadi buat apa lagi harus stuck di dia terus? Kamu ga pernah mau berusaha buat lupain dia. Semua kamu kaitkan sama dia. Semua kamu ulang-ulang dipikiran kamu. Sadar, Ta! Sadar!!” Tangannya memegang bahu Loveta yang matanya kini mulai berkaca-kaca. Ia tidak berniat untuk membuatnya menangis, cuma dia harus tahu ini semua. Supaya dia sadar. Dari dulu , Rasya menahan kata-kata ini dihatinya, dan sekarang , waktunya benar-benar tepat untuk mengungkapkan semua tanggapannya tentang masalah sahabat karibnya ini.
                Loveta hanya terdiam, ia menjauhkan bahunya , tak ingin disentuh oleh Rasya. Ia menahan air matanya untuk mengalir, tapi usahanya tidak berhasil. Kini hatinya benar-benar sakit untuk menerima kata-kata teman dekatnya dari kelas lima SD itu. Dia benar-benar diliputi emosi. Tega-teganya dia melontarkan kata-kata itu didepan aku. Memangnya apa salahnya kalau aku masih berharap? Loveta mengerutkan dahinya. Sekujur tubuhnya kini benar-benar gemetar. Sesekali dia menggunakan punggung tangannya untuk mengapus tetesan air mata yang mulai meluncur dengan deras. Apa aku benar-benar sebodoh itu? Apa dia kira ngelupain itu gampang ? Apa dia kira aku benar-benar sebusuk itu? Matanya kini benar-benar nanar. Ia tak sanggup memendung rasa sakit hatinya.
                “Ga semua yang kamu katakan benar” Loveta memberanikan diri menatap mata Rasya tajam. Benar-benar tajam. Emosinya kini tergambar dari kedua matanya yang masih terus mengalirkan air bening yang membasahi seluruh bagian kedua pipinya.
                Rasya juga tidak dapat membendung kekesalannya , ia membalas tatapan Loveta dengan lebih tajam. “ Kamu keras kepala ya, Ta! Sadarlah , Ta, pengharapan kamu kedia itu ga ada gunanya. Pengharapan kamu itu udah benar-benar ga masuk akal. Mana ada orang yang udah disakiti sesakit itu mau balik lagi kekamu! Inget kata-kata kasar, perilaku kasar yang kamu buat kedia! Inget janji-janji kamu yang kamu sendiri udah ingkarin! Inget , Ta! Lupain dia sekarang! Lupain dia! Dia ga akan kembali sama kamu !!.. Dan ...”
                “HENTIKAN! “  tangan Loveta berayun cukup kencang mengarah ke pipi kiri Rasya , namun ia tersadar. Tepat sedikit lagi, telapak tangannya mendarat di pipi Rasya. Wajah Rasya pucat, ia menelan ludahnya dan ia menahan nafas cukup panjang. Ia tidak menyangka sahabatnya yang ia kenal baik bisa hampir melakukan hal ini kepadanya. Matanya tidak dapat berkedip. Seketika, ia merasa menyesal dengan kata-katanya yang terdengar kasar. Ia menghela nafas panjang. Loveta memalingkan pandangannya kelangit yang kini sudah kelam. Hanya sedikit cahaya yang membuat suasana menjadi remang-remang.
                “ Loveta..” Rasya memanggil namanya dengan setengah berbisik. Ia mencoba memegang pundaknya, namun dia sekali lagi menghindarkan pundaknya jauh-jauh.
                “ Mending kamu pulang... Sekarang..”  ucap Loveta dengan volume suara yang sedikit ia turunkan. Ia tidak memandang Rasya sama sekali. Namun, ia masih merasakan keberadaannya.
                “ Tunggu apa lagi? Pulanglah.. “ Loveta mempertegas perintahnya. Ia menekan setiap kata yang dia ucapkan tadi, tanpa sedikitpun mengalihkan kepalanya untuk melihat kepergian Rasya.
                Maafkan aku... hati mereka berdua berbisik kecil.

                                                                                ***

                31 Januari 2013 , 13:00
                “Jadi gimana , Ta? Hehehe, kita mulai nih ngecengin cowok?” Rasya menatap genit kearah Loveta yang mematung disampingnya. Matanya yang sayu memperhatikan sekelilingnya. “ Disini?” tanya Loveta dengan nada yang masih tidak menyangka.
                “ Engga, di toilet! Yaiyalah di bioskop. Dimana lagi coba? Cuma disini aja yang banyak kumpulan cowo-cowonya!” Rasya menertawakan keluguan teman seperjuangannya itu. Namun, wajah Loveta hanya datar, tanpa ekspresi.
                “ Jadi , sekarang ngapain?” tanya Loveta disela-sela tawa Rasya. Dia sebenarnya tidak berniat untuk pergi ke tempat ramai . Dia lebih memilih menyendiri untuk sementara, Cuma Rasya membujuk-bujuknya selama satu jam di teras rumahnya tadi, sehingga ia tidak tega jika harus menolaknya.
                “Ehm, gini aja. Nah, liat tuh, ada cowo tuh berdiri di samping pintu studio nomor lima. Samperin sono. “ Rasya menunjuk ke arah seorang cowo yang sedang asyik dengan BlackBerry-nya. Kulitnya sawo matang , rambutnya hitam gelap dan itu mirip .... Angga... Rasya berdiri kaku, ia tidak berani melangkah ke arah cowo itu. Ia malah melangkah mundur.
                “Loh, kok malah mundur , sih?” tanya Rasya dengan raut wajah bingung. “Coba perhatiin deh, Ta. Dia keren banget kan dengan kemeja hitam itu, liat tuh cara berdirinya aja cool gitu. Wajahnya juga enak dipandang tahu! Buruan dong ,Ta! Ajak kenalan “ Loveta menolak tangan Rasya yang tadinya ingin menarik tangannya untuk mendekat dengan cowo itu.
                “ Engga, dia mirip... Engga, aku engga mau . Yang lain aja..” Rasya menghembuskan nafasnya panjang. Kemudian dia mengagkat bahunya , “Ya sudah.. Akukan mau bantu kamu , Ta..” ucap Raysa setengah kecewa. Akan tetapi, hal itu tidak mematahkan semangatnya dalam membantu Loveta untuk mendapatkan seseorang yang mungkin bisa menghibur dan menghilangkan rasa bimbang dalam diri Loveta.
                “ Oke, aku tahu! Gimana kalau yang itu! Yang cowo yang duduk dikursi samping studio  tiga? “ mataku mencari-cari cowo yang dimaksud sesuai dengan clue yang diberikan oleh Rasya. Cowo dengan kaus oblong warna ijo polos, dengan jeans hitam sebagai bawahannya. Bukan jenis skinny jeans yang ia pakai. Kulitnya putih , seperti kulit-kulit orang oriental. Lambutnya hitam, ditata berdiri.
                “ Angga lebih baik dari dia.. “ Loveta menghela nafas panjang. “Aku engga merasa nyaman disini. Aku mau pulang..” wajahnya berubah semakin muram. Ia melangkah keluar bioskop dengan langkah cepat.
                “ Ta.. Ta , tunggu!!”  Rasya hanya melongo tak percaya, kemudian dia sadar, ia segera mengejar Loveta yang sudah sampai di pintu keluar bioskop. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti.. Ia kaget bukan main, matanya mengamati kejadian itu dengan cermat..
                Brug!  Tubuh Loveta menabrak keras seseorang yang berjalan dengan arah yang berbalik dengannya. Ia mengangkat kepalanya yang tadi menunduk untuk menyembunyikan raut wajah sedihnya. Angga!  Tiba-tiba sekujur tubuhnya pucat, ia merasakan detak jantungnya yang benar-benar meloncat-loncat tak karuan. “ Sorry “  ucap Angga dengan tatapannya tepat di mata Loveta yang memerah. Loveta hanya diam mematung, lidahnya membeku, bibirnya bisu. Tidak dapat ia lontarkan kata-kata apapun.  Ia lebih kaget lagi ketika ia menyadari, seorang gadis cantik dengan dress selutut bermotif bunga berdiri tepat disamping Angga. Tangan mereka berkaitan cukup erat. Berkaitan?  Gadis itu?... Seluruh emosi dalam dirinya meluap. Ia memberikan tatapan tajam pada gadis itu. Seluruh perasaannya kini campur aduk. Semua menjadi benar-benar menyesakkan. Sekujur tubuhnya rasanya ingin jatuh saja. Ia tidak kuat melihat kejadian ini. Jelas,tepat didepan matanya! Dia balik dengan mantannya? Dan aku?  Loveta tidak bisa menahan lagi perasaannya saat itu. Ia berlari meninggalkan pasangan itu. Langkahnya sunggu cepat. Ia tidak mau menghentikannya sama sekali.
                Sial, Sial, Sial..! Rasya menepuk jidatnya cukup keras. Ia tidak tahu kejadiannya akan jadi lebih parah seperti ini. Tanpa pikir panjang, Rasya berlari kencang menyusul Loveta. Ia tahu, Loveta pasti sedang sangat terluka dengan kejadian tadi. Ia tidak peduli dengan beribu pasang mata yang menatapnya bingung. Ada yang salah jika aku berlari didalam Mall? Gerutunya dalam hati.
                                                                                                ***
                31 Januari 2013, 15:00
                Rasya menyuguhkan segelas air putih yang baru saja dia ambil dari dispenser di dapur rumah Loveta.  Rasya membisu, ia tidak bisa berkata apa-apa. Ia menatap prihatin ke arah Loveta yang dulu dia kenal sebagai anak yang periang. Kini, semua tawa, candaan dan humor yang dia lontarkan dari mulutnya telah sirna. Semua kebiasaan lucu, kebiasaan yang harusnya mereka lakukan hari ini , sepertinya tidak akan dilanjutkan lagi. Dulu, Rasya tidak pernah sedikitpun menangkap gadis ini sedang menangis , akan tetapi, sekarang gadis ini menangis tersedu-sedu. Rasya dapat mendengar jelas nafasnya yanng tersenggal-senggal. Sudah satu jam lebih dia menangis. 
                Loveta mengambil air putih itu, ia duduk dengan tegak diatas kasurnya yang sudah tidak berbentuk lagi, semuanya berantakkan. Ia meneguk sedikit demi sedikit air didalamnya , kemudian menghela nafas lega. Ia meletakkan kembali gelas itu. Menatap kosong kelangit-langit rumahnya. Rasya kemudian menghempaskan tubuhnya disamping Loveta yang duduk dalam kediamannya.
                “ Apa salah aku masih suka dengannya? Apa salah kalau misalnya aku masih melakukan sesuatu yang bisa menarik kembali perhatiannya kepadaku? Apakah aku ini benar-benar ga pantes buat dia. Aku udah berusaha buat dia bisa notice keberadaan aku dieskitarnya. Aku engga tahu mau bilang apa. Aku kangen sama dia... Menurut kamu gimana?” Loveta mengalihkan pandangannya kepada Rasya .
                                                                                                ***
                31 Januari 2013, 21:00
                “ Halo , Tiara? “ suara berat yang sangat dikenalnya menyapanya dengan lembut.
                “ Iya, kenapa nih, Ga?” Tiara mencoba menyembunyikan suaranya yang begitu senang bukan main. Ia mewanti-wanti telepon dari Angga sejak mereka berpisah sepulang dari nonton si Bioskop tadi siang.
                “Tugas kamu udah selesai. Kamu ga perlu pura-pura lagi pacaran sama aku. Semua udah selesai. Makasih ya ,Ti “  Hati Tiara sesak seketika. Ia tahu ini hanya ‘Pura-Pura’ , tapi dia masih suka dengan Angga, sejak mereka putus, Tiara masih menyimpan hati kepada Angga. Dia hanya terdiam . Kini saatnya dia angkat bicara, ia tidak mau hatinya tersakiti seperti ini.
                “ Tapi, Ga.. Apa kamu engga punya perasaan apa-apa setelah sehari penuh kita pura-pura pcaran?”  Suara Tiara memelas. Ia berharap tinggi sekali , ia berharap Angga akan merubah pikirannya . Ia berharap..
                “ Sorry, Ti. Aku kan udah bilang ke kamu dari awal.Eh,, aku ada kerjaan. Aku tutup ya?” Tiara menggenggam handphonenya erat, ia sedih bukan main mendengar ini semua.
                “ Jadi, semua sampai sini saja?” Tiara duduk tanpa bergerak sedikitpun di depan meja riasnya. Ia menatap banyang dirinya . Bibirnya bergetar, ia ingin menngungkapkan perasaan ini.
                “ Kamu bicara apa toh , Ta? Aduh,, udah dulu ya? Nanti aja bicara di sekolah “  ucap angga dengan  nada bingung .
                “ Kamu masih suka sama dia? “ Tiara menekankan pertanyaan terakhirnya . Ia kini siap untuk tersakiti kembali. Kini , banyangannya dicermin memperlihatkan kedua pipinya yang teraliri air mata.
                “ Aku engga tahu. Udah dulu ya , Ti. Bye..” cukup sudah!  Tiara tahu, Angga belum melupakan gadis itu.
                Loveta..
                                                                                                ***
                ‘Makasih ya tadi, udah ngasih tahu kalian ada dimana. :)'
                Rasya membaca pesan yang baru saja masuk berulang-ulang kali. Perasaan bersalah kini menyelimuti hatinya.  
                Loveta..
                                                                                ***

Cerpen By Devina (3)


Sulit

                Cahaya matahari menembus kaca jendelaku. Drag! Ku dengar  bunyi jendela dibuka, dan seketika aroma rumput hijau, hangat pagi dan angin yang sejuk menyeruak memenuhhi ruangan kamarku yang tidak begitu besar. Kelopak mataku tak kuat lagi untuk menutup. Ah.. jam berapa ini? Mataku berkedip-kedip. Penglihatanku benar-benar masih buruk, mataku tidak dapat menerima cahaya matahari pagi yang begitu frontal menghadang wajahku.
                “ Elie, ini udah  jam tujuh loh.. Bangun dong, masa anak cewek bangunnya siang?” suara yang sangat kukenal seakan menjawab pertanyaan yang ada dikepalaku ‘jam berapa ini?’ . Aku mengucek kedua mataku. Nah,, sekarang lebih jelas.
                “ Iya, Ma. Ini juga Ellie udah bangun..” aku berjalan sempoyongan. Tulang-tulang tubuhku masih sangat lemah rasanya. Ah.. aku benci bangun pagi , gumamku dalam hati. Aku berjalan menuju kamar mandi, sementara Bunda melangkah keluar ruangan pribadiku ini.
                Brr.. brr.. tanganku mendekap erat handuk yang menyelubungi tubuhku. Gigiku bergetar. Sungguh, pagi ini dingin sekali. Aku duduk sebentar diatas tempat tidurku , mencoba untuk menghangatkan diri. Mataku tidak sengaja menatap layar handphoneku yang berkelap-kelip. Ada message? Pasti dari Bram.. Huh.. gumamku dalam hati.
                                                                                    ***
                “ Kok kamu ga bales pesan aku? Kamu kenapa?” Suara disebrang sana segera menyerobot masuk ke telingaku sebelum aku sempat menyapa ‘Halo’.
                “ Aduh, sorry Bram. Memangnya ada apa , Bram ?” Aku mencoba mengalihkan pembicaraan tentang pesan itu. Tapi, kedenngarannya tidak akan berhasil. Bram masih mengungkit-ungkitnya lagi.
                “ Kok kamu jadi berubah gitu ? Ada apa? Cerita dong.. “ Dia membuatku benar-benar risih. Haruskah dia se-kepo itu ? keluhku dalam hati. Sesaat keheningan  mengisi konversasi kami berdua. Kemudian, dia melanjutkan kata-katanya lagi yang bagiku seperti ocehan.
                “ Aku mau ketemu sama kamu. Di Tekko restaurant, entar malem. Aku jemput kamu jam lima ya ?” Deg! Buat apa dia ngajak aku ke sana? Aku berpikir keras. Aku mengigit bibir bawaku mencoba mencari jawaban yang tepat untuk menolak. Tapi, perasaanku tak tega.
                “ Oke deh, Bram. Sip, aku tunggu . “ aku menghela nafas panjang. Apapun yang terjadi nanti, terjadilah..  
                “ Sip, Bye Ellie..” dia mengucapkan salam terakhir, yang menurutku selalu kedengaran manis.
                “Bye Bram.” Jawabku singkat.
                                                                           ***
                Aku menghempaskan tubuhku di atas kasur. Hari libur begini enaknya ngapain ya?  Wajahku benar-benar menunjukan kebosanan yang sangat. Jam di dinding masih menunjukan pukul 12 siang. Sebenarnya, aku benar-benar tidak ingin bertemu dengan Bram. Pikiranku melayang tentang Bram. Bram, bukan, dia bukan cowokku. Tidak ada ikatan resmi apapun diantara kami. Mungkin lebih tepatnya HTS = Hubungan Tanpa Status.  Tapi, aku engga mengakui hal itu. Mungkin dia yang berpikiran demikian. Aku hanya menganggapnya sebagai ‘teman’ walau kadang aku suka dengan perhatiannya kepadaku. Aku masih sulit .. Sulit untuk menempatkannya di hatiku..
                                                                      ***
                “ Bram, “ aku menarik nafas panjang, dan menghembuskannya pelan. Semua keberanian aku kumpulkan . Aku tahu akan ada hal besar diantara aku dan dia setelah aku menyatakan ini. Namun, aku yakin , aku tidak mau lagi menyiksa diriku. Jawaban ini, memang benar-benar tepat.
                “ Aku menganggap semuanya, layaknya teman.” Kediaman mengisi kekosongan percakapan kami setelah kata-kata itu aku keluarkan dari mulutku. Sial, kenapa dia jadi diem begini? Aku ingin benar-benar pulang sekarang. Ayolah, bicara sesuatu agar semua ini cepat selesai!.. gerutuku dalam hati.
                “ Orang-orang memang benar ternyata” Bram berkata pelan . ia menatap mataku lekat-lekat.
                Orang-orang ? Apa maksudnya? Apa dia akan menyinggung sifatku yang sering mengecewakan laki-laki.. Oh, dan kini dia termakan gosip itu? Sial..  Pikiranku kacau. Ingin sekali aku angkat kaki secepat kilat dari tempat ini. Restaurant ini biasanya memberikan nuansa santai, sekarang sangat meneganggkan.
                “ Kamu, kamu kenapa ngelakuin ini? Apa hati kamu emang  sekeras batu? Atau memang tujuan kamu begini sama setiap laki-laki yang udah sayang sama kamu?” dia bertanya dengan tatapan yang masih tajam ke arahku.
                “ Kamu!..” aku berhenti. Hampir saja emosi menyelimuti diriku. Aku memperbaiki cara dudukku. Kemudian aku lanjutkan perkataanku dengan suara tertahan .
                “ Kamu ga tahu apa-apa tentang aku. Engga sama sekali. Kamu sama aja, berfikir bahwa aku ini jahat! Aku ini seperti player! Aku tahu, udah banyak memang cowo-cowo yang dekat denganku yang hatinya sering aku sakiti karena penolakan. Hati ga bisa dipaksain,Bram! Ga bisa! Aku mau pulang. Maafkan aku buat semuanya. Aku benar-benar tidak bermaksud demikian..” Mataku panas, aku tidak kuat menahan lagi semua kekecewaan dihati aku. Aku tidak peduli lagi, gosip apa yang akan menimpaku dihari-hari berikutnya. Setidaknya Bram tahu, aku engga bermaksud untuk melukainya. Apa salahnya aku menolak mereka?..
                                                                            ***
                Langit sore seperti ini menyejukkan perasaanku yang masih pedih. Aku tidak terbiasa untuk mencurahkan perasaan ku kepada orang-orang sekitar, ataupun teman-teman dekatku. Aku mematikan handphoneku , hari ini aku tidak mau diganggu oleh siapapun. Aku duduk dibawah pohon , menatap langit kemerahan, menatap kotaku sendiri. Aku mencoba  menenangkan pikiranku. Kejadian kemarin masih terus terulang dikepalaku. Aku terlalu terbawa emosi sepertinya.  Tidak seharusnya  kata-kataku sekasar itu. Tidak seharusnya aku menuduhnya seperti itu. Ah.. sudahlah.. semua udah terjadi.. aku termenung. Aku sudah menyadari hal ini akan terjadi. Mungkin, aku akan berhenti untuk memasukkan mereka kedalam kehidupanku. Aku masih belum bisa membuka hatiku. Sulit, sulit benar. Setetes air mata mengalir dipipi kanan dan kiriku. Semakin lama , semakin deras. Salahkah aku kalau masih merindukan yang seharusnya aku lupakan? Bisikku dalam hati. Aku kira, aku sudah dapat menerima kenyataan ini. Aku kira, semuanya sudah berjalan biasa saja. Tapi, kali ini aku akui, semua pendapatku itu salah. Aku belum sepenuhnya menerima kenyataan. Sulit..
                Aku berhenti untuk bercerita kepada orang-orang terdekatku. Semua usaha itu percuma. Menceritakan masalahku ini hanya membuat bibirku lelah saja. Tidak ada sebuah jalan keluar yang kudapatkan. Serasa semuanya itu tidak berguna untuk diceritakan. Mereka tidak mengubah apapun. Mereka hanya mengeluarkan nasihat yang sama yang membuatku muak.Itulah mengapa aku putuskan untuk diam. Waktu memang jawaban yang tepat untuk semua kegundahan hatiku, tapi kini ku rasakan waktu tidak berperan banyak dalam perasaan ini. Dari dulu, sejak dulu, lama sekali, aku yakin waktu akan menghapus semuanya. Membawa pergi semua rasa dalam hatiku. Semula, aku yakin waktu akan membuatku berdiri tegak, dengan gelak-tawa yang dulunya sering menghiasi hidupku. Aku sudah beranjak dewasa. Namun, hatiku seakan tidak beranjak untuk bangun.
                Ini hari kelahiranku. Hari dimana seharusnya aku bisa tertawa, memberikan senyum termanisku kepada semua orang yang kukenal. Usiaku sudah 17 tahun. Seharusnya, aku pulang sekarang. Merayakan sweet-seventeen berasama teman-temanku lainnya. Huh... Kini, wajahku benar-benar basah.
                                                                                       ***
                “Ellie, aku mohon, kasih aku kesempatan.. “ suara beratnya menancap tajam ke telingaku.
                “ Dari awal aku sudah bilang sama kamu , bukan? Aku sudah membatasi percakapan kita sehingga kamu tidak menganggap aku memberikan harapan kepadamu. “ aku menjawab sambil membuka lembaran buku sejarah yang baru saja aku ambil dari rak paling kiri perpustakaan.
                “Aku tahu, El. Apa kamu engga mau ngasih aku kesempatan ?” ia mengulang kembali pertanyaannya. Matanya menatapku lamat-lamat. Aku mencoba memfokuskan tatapanku pada buku sejarah yang terbaring terbuka diatas meja.
                “ El?” dia memanggil namaku pelan. Tak sabar akan jawabanku.
                Aku meletakkan kaca mataku ke dalam kotaknya. Menutup buku sejarahku. Semua emosi tertahan di tenggorokanku. Ingin rasanya aku meluapkannya. Namun, ini perpustakaan , lagian aku tidak ingin menyakiti orang-orang dengan perkataanku. Kini, mataku menatapnya tajam. Aku meyakinkannya bahwa aku benar-benar tidak ingin mempunyai hubungan apa-apa.
                “Maaf, jangan paksa aku, Vid. “ aku beranjak dari kursiku. Meninggalkan buku sejarah yang tadinya ingin aku pinjam. Langkahku aku percepat. Aku tidak ingin dia mengejarku dan menutupi jalanku.
                                                                                ***
                “ Gue mau ngomong, Bro. “ suara sebrang sana terdengar sangat serak. Seakan habis menangis semalaman.
                “He-eh, ngomong aja , Vid. Kenapa sih? “ Eric menaikkan alis mata kanannya. Ia sibuk mengganti channel tv-nya.
                “ Ke alun-alun lah sekarang. Gue beneran mau ngomong. “ pinta Vidi ini membuat Eric semakin penasaran.
                “ Ngomong aja lah. Masa pake ketemuan segala nih. “ Eric membentukan cara duduknya. Ia mengambil segelas air putih yang sedari tadi ada di atas meja.
                “ Ah.. lu kan temen gue. Ayolah..” suara bujukannya  membuat Eric segera mematikan televisinya.
                “ Iya, iya ini gue mau berangkat. “ Eric mematikan teleponnya. Ia mengganti pakaiannya, mengambil  dompetnya yang terbaring di atas kasurnya. Langkahnya cepat menuruni tangga. Mengucapkan salam pada Ibunya dan mengambil kunci motor Scoopy-nya dari laci meja ruang tamu.
                Kira-kira Vidi mau ngomong apaan?..
                                                                                        ***

                Matanya berkaca-kaca. Helm LTD hitamnya ia letakkan disamping kakinya. Ia menyembunyikan tengisanya, ia tidak mau terlihat seperti cowo culun yang cengeng didepan sahabatnya , Eric. Dia dan Eric memang teman yang dekat, mereka berdua dekat sejak  MOS SMA tahun lalu.
                “ Yaelah, Vid.. Cewe kan banyak di dunia ini. Mungkin aja kan, dia lagi engga pingin punya pacar. Kalau jomblo , lu ga mati juga kan? “ Eric mencoba menghibur partner dekatnya itu dengan gaya StayCool –nya.
                Vidi mengusap air matanya. Jujur, sebenarnya dia malu kalau harus menangis seperti ini. Cuma, beginilah dia, selalu terbawa suasana.
                “ Lagian siapa sih cewenya? Gue jadi penasaran. Katanya anak 11-1 ? “ Eric mulai mengkerutkan dahinya.
                “Ellie” Vidi menjawab singkat. Menahan tangis yang sepertinya akan semakin banyak mengalir .
                Deg! Jantung Eric berdetak kencang. Ellie? Sudah lama dia tidak mendengar kabar dari gadis satu ini. Pikirannya kini mulai melayang jauh. Ellie? Kenapa baru kali ini dia ingat tentang gadis itu lagi. Selama ini, tidak pernah ia melihatnya lagi, atau memang dia yang telah tidak peduli dengan gadis ini, gadis yang telah..
                “ Woy, Eric? Eriiic? Lu kenapa ngelamun gitu?”  Eric melonjat kaget.
                “Ah? Kenapa? Engga papa hahaha “ Eric mencoba bersikap biasa. “Memang dia digosipin player ya? Kok bisa? “ Tanya Eric penasaran.
                “ Iya , aku denger sih gosipnya, dulu Bram yang pernah PDKT sama dia , dan saat di tembak, si Ellie malah nolak mentah-mentah , yah si Ellie bilang , hati itu ga bisa dipaksain . Nah, terus , gue pernah nanya-nanya sama sahabatnya, katanya sih, dia ga bisa ngelupain masa lalunya gitu. Entah masa lalu apa, ga ada yang ngasih tau lebih jelasnya ke gue.Kata temen-temen dekatnya si Ellie itu tertutup banget”  Hidung Vidi kini seperti udang rebus, walaupun tangisannya kini udah raib, mungkin dia udah merasa lebih tenang.
                Ellie? ..

                                                                                     ***
                Parkiran sekolah kini sudah benar-benar sepi. Aku menjinjing buku-buku tebal dan beberapa kertas fotokopian . Ugh, berat sekali!  Keluhku dalam hati. Aku mempercepat langkahku menuju mobil Mini-Cooper warna merah yang merupakan satu-satunya mobil diparkiran sekolah. Aku melirik jam tanganku. Jam lima sore, langit udah tampak buram. Angin berhembus lebih cepat dan dingin sekali. Bakalan hujan nih?   Aku berlari kecil . Tapi, tiba-tiba ketika aku mulai dekat dengan mobilku. Aku merasakan seseorang menepuk pundakku . Deg! Siapa itu? Aku berhenti sejenak, membalikkan badanku pelan-pelan. Deg! Ini sudah sekian lamanya jantungku tidak pernah berdegub sangat-sangat keras saat berhadapan dengan seseorang . Dia... Dulu, aku lebih tinggi dari pada dia, saat berjalan berdampingan, itu bisa kelihatan. Namun, sekarang, dia berhadapan dengan seseorang yang lama tidak pernah berada disampingnya, dan ia sudah lebih tinggi dari pada aku.
                Hening. Sepi sekali. Hanya ada aku dan dia di tengah-tengah lapangan parkir seluas ini. Dia tersenyum padaku, membuat jantungku benar-benar berdegub lebih kencang lagi. Ya Tuhan, apa ini mimpi? Aku membalas senyumnya. Oh tidak..  tatapan yang sudah lama aku rindukan..
                “Sini , aku bawain.. “ dia mengulurkan tangannya . Aku hanya mengangguk kecil, bibirku seakan membeku. Dia mengambil sebagian buku dari tanganku. Dan , kini tanganku lebih leluasa bergerak.  Kami berjalan menuju mobilku. Ku buka pintu mobil tersebut, dan kubiarkan dia menaruh buku itu diluan, kemudian aku. Setelah itu aku menutup pintu mobilku, dan kini tangannku benar-benar dingin.
                “Aku mau bicara.. “ raut wajahnya berubah menjadi serius.
                “Bi-bicara, ten-tentang apa? “ Oh tidak.. Aku mulai berbicara dengan terbata-bata. Dia teridiam sesaat .
                “ Er.. Ellie, Aku kecewa.. Aku kecewa kamu sudah berubah jadi begini. Aku kira kamu bisa mengambil semua pelajaran dari masa lalu kita. Tapi, aku engga nyangka, kamu jadi berbeda dari dulu.. Kamu kenapa? Kenapa kamu jadi nyakitin banyak orang?”
                Aku terdiam, mataku nanar. Sungguh, aku tidak menyangka dia akan mengatakan hal ini. Jujur, aku mengharapkan ada kata-kata lain yang dia ucapkan. Mataku tidak berani mentapnya. Aku menunduk, menutupi pandangannya dari mataku yang mulai berkaca-kaca.
                Ellie, ayo katakan sesuatu.. kenapa lidahku seakan membeku? Gerutuku dalam hati.
                “ Aku ga mau ngeliat kamu jadi begini. Yang lalu, biarlah berlalu. Semua udah terjadi, antara kamu, aku .”
                Hatiku bergejolak, bercampur aduk. Emosi ku yang mudah terpancing kini benar-benar sudah berada diambang bibirku. Aku tidak kuat menahan semuanya. Ini mungkin waktunya..
                “ Iya semuanya sudah terjadi. Aku tahu, apa kamu ga bisa berhenti ingetin aku kalau semuanya udah terjadi? Aku juga ga bodoh-bodoh amat . Aku tahu kok. Aku tahu. Dan, kamu salah satu orang yang masih termakan gosip tentang aku, terserah kamu mau mikir apa. Terserah!” aku tidak dapat lagi mengatur volume suaraku. Air mata membanjiri pipiku.
                “ Ellie.. bukan maksud aku..”
                “ Apa? Kamu mau aku ngaku , hah? Oke, aku ngaku sekarang! Aku memang masih punya perasaan. Dan aku ga tau kenapa aku ga bisa melupakan semuanya. Aku tahu dulu itu salah aku, aku tahu kamu benci sama aku. Aku tahu yang aku lakuin itu bodoh banget ! Aku udah nyia-nyiain segalanya. Dan, hal yang lebih bodohnya lagi, aku membiarkan saja semua masalah itu terkubur dalam-dalam ,aku pura-pura udah benar-benar pulih! Dan kamu tahu kenapa aku nyakitin mereka? Aku biarkan mereka masuk dalam kehidupan aku. Aku biarkan mereka merebut hati aku. Membiarkan mereka melelehkan kerasnya hati aku. Jangan kira aku ga berusaha untuk ngeluapain kamu dan semua kenangan busuk itu! Aku semula berharap salah satu dari mereka bisa menggantikan kamu! Bisa buat aku tertawa lepas, sehingga aku tidak perlu memakai senyum palsuku. Tapi, kenyataannya ? Tidak ada salah satu dari mereka yang bisa! Ga ada! Dan kalau begitu siapa yang disalahkan ? Aku? Iya semua memang salah aku! Aku yang salah! Tapi , karena aku masih punya hati, aku menolak mereka, bukan menerima mereka dengan alasan kasihan!Semua perjuangan aku untuk lupain kamu tidak ada hasilnya.Aku ga tahu kenapa. Kenapa kamu selalu jadi bayangan aku. Padahal aku udah coba segala cara. Sekarang kamu puas? Aku udah jelasin semuanya ke kamu! “ Aku menyeka air mata yang tidak berhentinya mengalir. Sekujur tubuhku gemetar. Aku sangat takut, sedih dan menyesal. 
                “ Aku tahu.. Makasih Ellie untuk semua masa-masa dulu. Ellie, aku tahu kamu masih engga bisa menerima semuanya. Tapi satu hal, kadang pilihan yang terbaik adalah menerima. “ Eric menatapku lekat-lekat, ia menggenggam tangan kiriku. Jelas, tangannya lebih hangat dari pada tanganku yang sudah pucat seperti wajahku saat ini. Tubuhku mulai merasakan tetesan air hujan jatuh bergiliran. Tidak sampai satu menit, hujan itu mulai menderas. Eric melingkarkan tangannya dibahuku , mendekapku dekat. Kini aku bisa mendengar detakan jantungnya yang tak kalah cepatnya dengan detakan jantungku. Aku menangis, aku menganggap ini bukanlah sebuah jawaban atas pertanyaanku. Aku menjauhkan diriku. Aku coba menatapnya lekat, dan kini , kami berdua benar-benar basah. Hujan semakin menhujam deras.
                “ Kita masih bisa bersama. Namun, tetap tidak seperti dulu.”
                Hatiku teriris pedih, bukan ini yang aku mau. Cuma, aku harus buat apa? Aku menangis sejadi-jadinya, aku tahu dia takkan menyadarinya karena aku menangis dalam hujan. Ia memberikan senyum manisnya, senyum terakhir menurutku.
                “ Pulanglah.. “ ia membukakan pintu mobilku. Aku tidak berkata apa-apa. Sekarang pikiranku kacau.  Aku mencoba mengatur pernafasanku kemudian memasuki mobilku, mengidupkannya dan pergi menjauhi lelaki itu. Aku masih meliriknya dibalik kaca mobil. Mataku mengucapkan kata terakhir yang seakan dapat ia tangkap.
                Eric... Ini akan menjadi lebih sulit dari sebelumnya....        
                                                                                         ***

Cerpen By Devina (2)


Sesal


            “Rambutnya tebel ya ,Ta. Jaketnya kemarin yang warna biru pasti lagi di cuci. Itu sekarang dia pake jaket warna abu-abu, aku berani taruhan besok dia pake yang warna biru tua dengan tulisan ‘Beat’ warna hitam . Oh my God.. cara jalan dia cool banget. Salah satu tangannya selalu aja di masukin dalam kantong celananya... Ya ampun ,Ta . Senyumnya manis gila.. Ta! Ta! Dia liat aku ! Resta!”

            “Hah? Apaan ,Vin?” Resta mengalihkan pandangan matanya ke arah wajahku yang mulai terlihat jengkel.

            “Dengerin aku ga sih?” Mulutku mencibir. Dari raut wajah Resta udah bisa ditebak, pasti dia ga dengarin aku lagi. “ Udah bosen ya dengerin aku ngoceh tentang dia?” tanyaku sebelum sempat Resta menjawab pertanyaan pertamaku tadi.

            “Iya, iya. Sorry, habis tadi ada Daniel di depan kelas. Hehehehe...” jawab Resta sambil menyungingkan senyum kepada seorang cowok kurus yang lagi berdiri didepan kelas 9.2. Daniel. Yah, belakangan ini memang Resta lagi deket banget sama Daniel. Katanya sih Daniel suka sama Resta, tapi sayangnya sahabatku yang satu ini suka banget jual mahal.

            “Ciee! Dia senyum balik ,Tuh!” godaku genit.

            “Ih! Apaan sih! Sudah ah! By the way tadi kamu manggil aku kenapa?” tanya Resta dengan muka polos minta di jitak. Aku langsung mengadahkan kepalaku ke lapangan tengah sekolah, kemudian mataku melihat kantin di ujung lapangan. Nihil. Wajahku tambah cemberut , rasanya kesal banget. Padahal mata ini belum puas ngeliatin cowok itu. “Engga ada .Lupain aja” Jawabku singkat.

            Kring.....Kring....

            “Vin, udah bel. Masuk yok!” Resta menarik pergelangan tanganku . Menjauh dari balkon favoritku yang strategis  dimana aku bisa ngeliatin cowok itu dengan sepuas yang ku mau.

****

            Warna oren mendominasi warna langit sekarang ini. Aku berjalan tergopoh-gopoh ke sebuah meja yang terletak di jalan masuk aula sekolah. Panggung, dekorasi , soundsystem dan segala perlengkapan acara Prom Night malam ini sudah siap. Para pasangan telah berbaris di depan meja penerimaan tamu. Mereka yang biasa kulihat dengan baju seragam sekolah, sekarang tampak anggun dan keren sekali . Banyak cowok-cowoknya memakai kemeja , dan dasi yang menggantung gagah di lingkaran leher mereka, ditambah dengan jas hitam sebagai penambah luaran baju mereka. Apalagi cewek-ceweknya, dress yang melekat di tubuh mereka lebih bervariasi.

            “Mulai yuk , pendaftarannya” Suara Vincent membuatku tersadar.  Vincent, bukan, dia bukan pasangan Prom Nightku. Aku dan dia Cuma ditugaskan untuk menerima tamu Prom Night.

            “Ya sudah.”  Aku melambaikan tangan memberi aba-aba kepada para tamu bahwa mereka sudah bisa mengisi daftar kedatangan sekarang.

            Yang hadir memang tidak begitu banyak. Hanya sekitar 115 pasangan . Namun, segitu saja sudah hampir memenuhi Aula sekolah yang lima menit lalu masih kosong.


****

            Tiga puluh menit , acara telah berlangsung. Kemana dia? Iya, dimana cowok itu? Langit benar-benar sudah menghitam. Tidak banyak bintang yang berserakan . Hanya bulan sabit yang melengkung anggun dan bersinar terang yang menghiasi langit malam kali ini. Lagu demi lagu yang mengiringi acara malam ini terdengar samar-samar dari luar aula. Kenapa aku tidak masuk saja? Bercanda , menari, tertawa dan bersenang-senang dengan teman-teman lainnya? Padahal, Vincent sudah mengajakku untuk bergabung tadi. Cuma, aku masih menunggu dia.

Tetesan air mata mulai mengalir di kedua pipiku. Pilu yang kurasakan saat ini. Aku hanya bisa mengenang. Berharap , sangat-sangat berharap dia akan datang malam ini. Kemungkinan itu memanglah kecil adanya.

“Vin... Kamu mau minum?” suara yang sudah sangat kuhafal. Resta . Sahabatku ini memang selalu ada di saat hatiku gundah seperti ini.

“Resta...” sekarang alis matanya melengkung penuh keprihatinan. Dia melihat jelas wajahku yang basah. Disodorkannya sehelai tisu kepadaku. Aku semakin menangis. Benar-benar tidak sanggup lagi. Resta merangkul pundakku, aku menangis sejadi-jadinya di pundaknya. Malam itu , malam valentine dimana pasangan harusnya berbagi tawa dan canda. Tapi, bagiku malam ini, hanyalah hari Sabtu biasa, hari dimana aku benar-benar merasa sangat kehilangan.

“Sudahlah ,Vin. Semuanya kan sudah terjadi. Waktu ga bisa di ulang kembali.” Kurasakan tangannya mengelus-elus punggungku. Resta benar. Namun, ucapan itu malahan membuatku semakin terpuruk. Apakah masih bisa semua diulang dari awal? Apakah aku bisa membalikkan waktu? Semua kenyatan bahwa aku tentu tidak  bisa melakukannya membuat hatiku teriris. Mataku tidak henti-hentinya mengeluarkan air mata.  Sejenak, aku mengangkat kepalaku untuk menormalkan pernafasanku.

Aku terdiam. Tatapanku kosong. Rasanya semuanya susah diterima. Bisa kah aku dan dia bersama lagi setelah apa yang telah aku lakuin? Dikepalaku menghujam seribu tanya tentang hubunganku dengannya. Aku benar –benar ingin dia berada disini sekarang.

“Aku mau pulang” Resta hanya terbengong mendengar jawabanku.Namun kemudian dia mengerti. Dia mengeluarkan handphonenya dari sakunya dan menyodorkannya ke aku  “Pakai aja handphone ku”. Tanpa menjawab apa-apa, aku langsung menelepon Mama ku.

“Ma, jemput aku sekarang” pintaku cepat.

“Sekarang?” tanya Mamaku ragu

“Iya.” Aku meyakinkan mamaku, kuusahakan agar suaraku terdengar normal.

“Tunggu ya sekitar 20 menit lagi. Nanti mama jemput. Bye”

“Bye”

Aku menutup telepon dan memberikannya kembali kepada Resta. Aku hanya membisu. Aku ingin pulang , aku tidak bisa menunggu seperti ini lagi.

“Vin..” Resta memanggilku pelan. Perasaanku sedikit aneh mendengar cara Resta memanggilku.

Tiba-tiba aku menyadari sesosok lelaki dengan kemeja biru berjalan mendekatiku. Dia...

“Hai” suaranya yang berat yang benar-benar aku rindukan meledakkan jantungku. “Hai” balasku pelan. Ya Tuhan.. perasaanku benar-benar campur aduk sekarang.

Resta menyunggingkan senyum kecil . Dia berjalan menjauh dari kami. Aku hanya menunduk. Aku sama sekali tidak tahu harus berbuat apa. Senangnya bukan main.

“Ehm, tadi aku barusan mampir ke warung, aku bawaain ini buat kamu.” Dia duduk di depanku dan mengeluarkan sebuah coklat chunky bar warna hitam dari tas nya. Meletakkanya di atas meja , mendorongnya mendekat ke tanganku. Aku hanya terpana melihat coklat itu. Apa kah aku mimpi? Apa ini jawaban atas doaku? Ini kenyataan? Atau aku yang sudah mulai berkhayal terlalu jauh?

“Makasih. Bukan, bukannya ka-kamu sibuk? Kok bisa datang kesini?” tanganku hanya memegang coklat itu tanpa membukanya. Aku mencoba untuk membuka percakapan. Suaraku terbata. Aku benar-benar tidak merasakan tanah.

“Tadi aku sempetin dateng kesini” jawabnya singkat. Aroma ini, aroma tubuhnya yang khas. Aku sangat merindukannya. Aku mengirup sangat dalam aroma tersebut . Seakan berharap aroma tersebut dapat kusimpan dihidungku. Aku hanya tertunduk malu. Aku tidak berani menatap matanya. Aku tidak berani mengangkat kepalaku sendiri.

“Kenapa coklatnya dibiarin? Sini, aku bukain” dia mengambil coklat itu dari atas meja. Aku menatap setiap gerakan tangannya. Dia menyobek karton coklat, menarik keluar coklat yang masih terbungkus kertas bewarna emas . “Aku belah dua ya?” aku hanya mengangguk kecil. Dia membelah coklatnya menjadi dua bagian. “Mau yang mana?” dia menawarkanku. Aku hanya mengulurkan tanganku mengambil belahan coklat yang dia pegang di tangan kanannya.

Rasanya benar-benar mimpi. Aku tidak menyangka ini bakal terjadi. Dua bulan lalu adalah terakhir aku dan dia duduk sedekat ini. Rasa bahagia benar-benar tumbuh kembali. Dia membuka obrolan-obrolan ringan. Dan aku, mulai terbiasa kembali untuk berbicara dengannya. Menikmati setiap detik-detik acara prom berakhir. Ini yang aku rindukan . Setiap pendapat yang dia keluarkan, setiap cerita , setiap tatapan yang dia berikan, dan setiap humor yang dia ucapkan. Dan aku setengah percaya bahwa sekarang aku merasakannya .Kembali.

 Sayangnya, hanya satu jam aku dan dia bersama. Acara prom telah selesai . Tepat pukul sembilan malam.

“Kamu kesana gih sama temen-temen, biar aku pulang” kalimat ini dulu selalu keluar dari mulutnya kalau dia ingin pulang. Dan aku memberikan jawaban yang sama seperti biasanya dulu.

“Sudah , pulang aja. Toh , kamu kan sibuk. Nanti pas kamu pergi aku juga ke sana kok”

Hatiku bergejolak penuh harap. Aku berharap dia mengucapkan kata yang mengembalikan hubunganku dengannya. Semenit, dua menit, tiga menit. Namun, dia hanya membisu. Dia kemudian hanya mengulangi perintah yang sama padaku, begitu juga aku. Hingga akhirnya , ia memutuskan untuk pergi . Dan aku tidak sama sekali mendapatkan kata-kata yang kuharapkan. Andai dia berkata “ Aku rindu kita yang dulu “. Namun, kenyataannya, tak ada kata-kata yang menjawab setiap pertanyaanku.

                                                                        ***

“Vin, gimana ? Seneng yaa?? Hehehehe” Resta menepuk pundakku. “Seneng, Cuma aku ngerasa ada yang masih belum plong. Eh, mama aku?” aku menepuk jidat , menyadari bahwa aku lupa mengabari mamaku bahwa aku tidak jadi dijemput secepat itu.

            “Tenang aja, udah aku kasih tau tadi lewat sms. Mamamu bilang oke. Entar lagi dijemput kok. Maksud kamu masih belum plong apa?”

Aku hanya terdiam. Tadi itu memang menyenangkan. Tapi perasaanku berkata, itu bukan jawaban atas semuanya.

                                                            ***


            Lampu jalan memancarkan sinar remang-remang. Angin terasa menusuk-nusuk kulitkuyang tidak tertutup. Melangkah menyusuri pinggir jalan. Senyum besarku melekat erat di wajahku sepanjang jalan pulang. Sambil sesekali melakukan lompatan-lompatan kecil . Bersiul kecil, membayangkan momen indah yang seperti mukjizat tadi.

            Grrr...grrr...

            Handphone yang sedari tadi ada di saku dressku bergetar. Kulihat nama yang tertera di layar handphone. Dia? Jantungku berdegup kencang. Berjuta pertanyaan dan bermilyaran perkiraan muncul dalam benakku. Kenapa?

            “Halo, Der. Kenapa?”

            “Halo, Vin. Aku cuma mau bilang. Aku ngelakuin itu semua..”

Deg! Aku benar-benar senang sekali. Apakah benar dia akan kembali lagi ?

            “Kita cuma sekedar teman. Aku engga mau ngeliat kamu galau lagi. Udah dulu ya ,Vin.Aku senang kalau kamu senang. Bye”

            Tuut...tut...

            Bisu. Aku hanya mematung.

Dia dan aku, pernah memang bersama. Dekat sekali. Dia seorang yang humoris. Tawaku selalu mebludak saat bersama berbagi cerita dengannya. Dia seorang yang perhatian. Luluh rasanya hati ini setiap kali dia menanyakan hal-hal tentangku yang membuatnya khawatir. Semula, hariku memang biasa-biasa saja, malah terkesan membosankan. Namun, sejak kenal dengannya, berbeda rasanya. Rasanya itu, semangat 45 selalu menemani ku dikala bangun setiap paginya. Lagu-lagu seperti All About Us, Forever More, Thousand Years terdengar lebih romantis dari pada biasanya.Rasanya terlalu indah

            Tapi, Itu dulu. Bodohku saat semua keindahan itu berjalan selama tiga bulan lamanya, aku putuskan untuk meruntuhkannya. Aku? Iya, aku sendiri yang menghancurkannya, membuat hubungan itu menjadi pecah berkeping-keping. Aku dengan kebodohanku meninggalkannya hanya karena kejenuhanku dan emosi sesaatku. Aku tidak suka dengan caranya yang terlalu membanding-bandingkan aku dengan yang dulu. Dan, saat itulah tepat di bulan Januari. Aku putuskan untuk meninggalkan semuanya. Semua kenangan, menghilangkan semua memori indahku bersamanya . Aku bahkan membiarkannya merasakan sakit yang mendalam setelah mengetahui bahwa aku tidak bisa melanjutkan hubungan seperti ini dengannya. Aku keluarkan semua alasan bodoh yang tidak benar-benar keluar dari hatiku. Alasan fokus belajar , alasan ketinggalan pelajaran dan omong kosong lainnya. Tega. Saat itu aku benar-benar tega. Membiarkannya terpuruk , bersedih ,terluka. Begitu besar pengorbanannya padaku. Dia yang memulai , dan saat itu aku yang mengakhiri dengan kepedihan.

Awalnya, dia masih ingin berkomunikasi denganku. Namun , aku yang masih dikuasai emosi ku, tidak sama sekali peduli. Aku seakan melemparkannya jauh dari hidupku. Aku seakan menghancurkan segala harapannya. Keterlaluan sudah. Aku sama sekali tidak berfikir panjang atas berbuatanku itu. Hingga saat aku memintanya kembali, dia menolak .

            Dan kini aku merasakannya. Saat terluka. Saat merasa dikhianati. Saat merasa disakiti. Saat semua harapan yang dibangun hancur. Penyesalan menyelimuti hatiku. Rasa sesal yang tertinggal sekarang. Sesal...



Newest

Hai ! Rypolkazers!!
 
Sekedar berbagi info nih :)
Gue , Devina, mau ngabarin kabar yang cukup bagus. Untuk berikutnya , gue akan nge-post cerpen-cerpen yang gue buat sendiri. Belakangan ini, Gue suka banget nulis kejadian kejadian sekitar gue, dan masukin peristiwa itu kedalam sebuah Cerpen ( Cerita Pendek ) .

Suatu kebanggaan kalau kalian, para Rypolkazers mau ngebaca cerpen-cerpen gue. Gue rasa sih , mencoba ga ada salahnya, hehehe. Nah, disini gue butuh bantuan kalian yaaaaa :D
Silahkan  komen tentang CERPEN - CERPEN gue, i will be excited :D 
Semoga cerpen-cerpen gue bisa dinikmati yaa :)


Selain itu juga, bagi kamu yang pingiiinn banget cerita/pengalaman kamu di POST-kan di BLOG INI. Silahkan kirimkan CERPEN KAMU ke email gue -> Devinatashaa1997@yahoo(dot)com
Atau, jika kalian punya cerita\, dan ga bisa nyeritain secara tertulis, kalian bisa ngirim pesan permintaan kepada aku. Jadi, entar gue bakal ngasih no telepon, sehingga kita bisa bicarain tentang pengalaman kamu dan gue bakal ceritain itu ke dalam tulisan.

Whooppss,, tenang aja buat yang ngirim CERPEN-CERPENnya ke saya, gue akan mention nama kamu dibawah Judul cerpen kepunyaan kamu. Dan, kalau kamu mau gue untuk nyantumin nama akun twitter kamu sih, sah-sah saja :)
Bisa jadi ajang Promote juga looo :)


Jati tunggu apa lagi?? :)
Hug.Kiss.Love
Salam Rypolkazers !! :D

Cerpen By Devina


April Mop


                Resta tebaring lesu di atas tempat tidurnya. Kenapa sih , bisa jadi gini? Sesalnya dalam hati. Berlembar-lembar tisu yang telah basah memenuhi lantai kamarnya. Matanya tak henti-hentinya mengeluarkan air mata. Apa coba salahku? Tega banget Radit PHP in aku , Resta mengeluh dalam hatinya. “Aku benci!” teriaknya , dia pun mengambil handphone blackberry yang sedari tadi terbaring disamping kepalanya. Aku ga mau kenal sama kamu lagi, Resta menekan tombol Delete Contact pada contact Radit . Ia mengusap air mata yang membasahi kedua pipinya.
                Zrr..zrr... Tak lama setelah ia meletakkan telepon genggamnya, telepon itu bergetar. Ada yang menelepon, gumamnya. Matanya menatap layar telepon genggamnya, disana tertara nama sahabatnya, Devina. Devina? Buat apa coba dia nelepon? , Wajah Resta berubah menjadi kesal. Lalu, segera dia menekan tombol refuse .
                Zrr...zrr.... Handphonenya bergetar kembali, dengan nama yang sama pada layar. Mau apa sih anak ini? Dia tambah kesal  dan menekan tombol answer dengan penuh emosi.
                “ Resta...” Suara diseberang sana terdengar seperti suara iblis tanpa dosa, pikir Resta.
                “ Kenapa?..” Resta hanya menjawab acuh tak acuh. Ia berharap bisa menyelesaikan percakapan ini secepat mungkin.
                “ SELAMAT APRIL MOP .HAHAHAHA” Devina berteriak keras sekali, membuat Resta menjauhkan handphonenya  dari telinganya.
                “ Sialan ya! Kurang kerjaan apa? Liat nih aku dah nangis! Udah ku del-cont lagi si Radit!” Wajahnya memerah malu. Namun, kemudian dia tertawa kecil.
                “ Aduh ,, maaf deh . Hehehe, aku sama Thania sengaja ngerjain kamu. Soalnya kata Bang Raditya Dika, orang yang selalu ngerasa di PHP-in pasti gampang dikerjain pas April Mop. Hahaha!” Suara diseberang tertawa lepas, diikuti dengan tawa Resta. Tangisan yang sedari tadi menghiasi wajahnya, kini hilang tanpa ia sadari.
                                                                  ***
                Siang hari, di hari yang sama 1 April 2013. Sesekali, ia melihat layar handphonenya. Ga ada bbm, mention , sms. Bosen banget, gumamnya dalam hati. Ia melangkah kedalam kamarnya, menjatuhkan dirinya diatas kasur kamarnya yang empuk. Haaa.... Dia menghela nafas panjang.  Ia letakkan blackberry-nya disamping badan mungilnya. Ia menatap langit-langit kamarnya, kemudian mengalihkan pandangannya ke telepon genggamnya. Lampu merah berkelap-kelip, ada bbm masuk nih, broadcast kali ya? . Dia mengambilnya dan mengecek bbm.
                Bagus? Ngapain ya dia bbm siang bolong begini?  Thania segera melihat pesan dari Bagus.
Thania, aku udah pulang dari futsal. Kangen ya? :P
Thania tertawa kecil membaca pesan itu. Dasar, Bagus ke-ge-er-an banget sih.
Ia mengetikkan kalimat pendek yang terdengar judes.
Jijik tau, Bagus! :P
Tak lama kemudian, dia telah mendapatkan balasan dari Bagus.
Ehm, Tapi kangen kan ? :P
Thania mulai tersenyum kecil. Dia dan Bagus, bukan punya hubungan apa-apa. Sebatas teman doang. Bagus itu memang orangnya seperti itu. Kadang, mereka semaleman bbm-an, untuk membicarakan hal-hal yang bisa dijadikan topik pembicaraan.
Jijik! :P  
Jawaban Thania tetap sama. Dan tak perlu menunggu satu menit. Pesan pendeknya itu sudah dibaca dan dijawab oleh Bagus.
Oke , Fine!  Eh, Tha.. Aku mau ngomong sesuatu.
Deg!.. Entah kenapa, feeling nya tiba-tiba menjadi tidak enak. Namun, ia tidak mau menganggapi firasatnya ini dengan serius. Ia mencoba untuk menjawab dengan biasa saja.
Ngomonglah wkwk..
Deg! Kenapa aku biarkan dia ngomong? Pikir Thania. Ah sudahlah mana mungkin dia..
Thania menahan nafas melihat jawaban Bagus.
Aku sebenernyaa......
Sebenernya apaan sih? Haha..
Thania mencoba untuk membalas dengan se-biasa mungkin.
Aku suka sama kamu..
DEG! Firasatku benar... Kelopak matanya terbuka lebar. Ia menahan nafas cukup lama. Bagus bukan orang pertama yang pernah menembaknya. Cuma, dia benar-benar tidak tahu bagaimana harus menjawab kali ini. April Mop! Tiba-tiba ia teringat dengan hari ini. Pasti ini Cuma kerjaan si Bagus aja. Dasar nih, si Bagus!  Thania menggerutu kesal. Namun, ia sedikit lega, setidaknya ini bukan serius.
Halah, Bagus! Mau ngerjain aku nih! Wkwkw aku tau kali! Hari ini kan April Mop wkwkwk..
Tetapi, firasatnya berbeda dengan dugaannya. Cuman, dia berusaha menepis firasatnya itu jauh-jauh.
Ini awal April? Tapi, aku serius ,Tha.. Aku engga main-main.. Mungkin memang tanggalnya yang pas yah tanggal ini.. Aku ga ada niat buat ngerjain kamu..
Sial! Pikir Thania. Perasaannya benar-benar tidak enak. Ini pasti gara-gara April Mop! Thania mencoba menguatkan dugaannya itu.
Ahh.. jangan gitulah Bagus! Kau ngerjain aku pun tak akan mempan tau! Hahaha, bercanda nih..
Thania menarik nafas panjang , dan menghembuskannya kembali. Dia menelepon satu-satu tiga sahabatnya, William, Resta dan terakhir Devina.
“ Aduh, Dev.. aku harus jawab apaan? Ini si Bagus sampai nulis PM di bbm.! Nge tweet lagi dia..”
“Tenang-tenang.. Emang dia nge tweet dan buat PM apaan?” Devina mencoba menenangkan Thania yang terdengar panik.
Terdengar helaan nafas yang cukup panjang . “ Dia nulis di PM begini ‘Kenapa hari ini harus April Mop?’ lalu dia nge-tweet juga , salah satu tweetnya itu gini ‘ Yah,, Hari ini malah April Mop. Padahal udah serius.’ Kamu ngerti kan, Dev?”
Devina hanya mangut-mangut. “Iyee, aku ngerti. “
“Jadi menurut kamu dia itu suka beneran atau gimana nih? Kalau memang beneran April Mop kan dia ga sampai segitunya..”
“Emm,, kayaknya main-main aja. Cuma, niat banget dia ngerjain kamu kalau itu beneran main-main. Atau mungkin beneran ga ya?” Dahi Devina berkerut, ia mencoba mencari tahu dengan logika pikirannya sendiri.
“ Aduh, kok kamu jadi buat aku tambah bingung. Ragu nih!” Thania mulai panik kembali.
“Emangnya terakhir dia bilang apaan sih sama kamu?” Devina mulai mencoba menganalisis, yah, menurutnya siapa tahu feelingnya bisa bekerja kali ini.
“ Gini, kan aku bilang ke dia, kalau memang bener, yah tunggulah besok-besok jawabannya. Kalau hari ini aku ga percaya, kan April Mop. Terus dia bilang, ‘Aku udah serius. Mau seserius apa lagi? Ya sudah, besok-besok pun boleh..’ Nah, itu buat aku agak yakin kalau dia suka beneran sama aku. “ Ia memindahkan telepon genggamnya yang sedari tadi menempel di telinga kanannya ke telinga kirinya.
“ Iya juga! Kamu juga pernah bilang kalau kamu punya feeling kalau dia suka sama kamu. Ya kan?” Ia kembali mengangguk-anggukkan kepalanya , seakan mendapat jawaban akhir dari masalah ini.
“ So? Aku harus ngapain?”  . Keheningan menyeruak setelah pertanyaan itu sampai ke telinga , sahabat karibnya itu, Devina.
“Kamu suka ga sama dia? Kalau engga kamu tolak aja halus-halus.. Tapi,  besok aja bilangnya, kalau hari ini kan kemungkinan dia becanda, walau kemungkinannya kecil, yah yang namanya kemungkinan bisa mungkin terjadi. Hehhe, keren ya bahasaku “ Ia memainkan rambut keritingnya yang jatuh didepan daun telinganya, sambil tersenyum bangga.
“ Yee.. iye deh. Bener juga sih.. Aku ga tahu kalau masalah perasaan. Aku, yah kamu tahu sendirilah, aku sama dia lumayan dekat belakangan ini. Mungkin, aku ada rasa sama dia. Tapi, aku ga tahu. Ga tahu ah.. “  terdengar keraguan yang sangat dari suara Thania.
Devina mulai mengganti posisi duduknya. “Ya sudah, setidaknya kamu punya waktu semalam untuk berfikir. Jadi, kesimpulannya, kamu tanya lagi aja, apa dia beneran atau engga. Bilang aja ‘ Bagus, aku mau ngasih tahu jawabannya besok, Cuma kamu serius atau tidak? Jangan becanda loh..’ Nah, gitu kan cakep ,Tha!”
Thania berfikir sejenank. Ia kemudain mengambil blackberry-nya. Percis . Ia mengetikkan semua kata  percis seperti yang Devina katakan. “ Udah, udah aku bbm barusan. Makasih ya ,Dev “ Suaranya mulai tampak begitu lega, walau kedengaran masih ragu atas tindakannya sekarang.
“Ya sudah, Good Luck ya . Bye
Bye, Dev!” Thania meletakkan gaggang teleponnya.  Ia menarik nafas, dan menghela nafas dengan sangat kencang. Mudah-mudahan ini semua...
Thania menepis semua kemungkinan atas kejadian ini. Hatinya bergejolak. Deg! Jantungnya berdegup kencang lagi dan, pada saat yang sama handphone-nya bergetar. Bbm! Dia melihat pesan balasan dari Bagus.
Diam. Ia tidak menyadari bahwa matanya benar-benar panas. Ini menggelikan! Seharusnya aku sudah tahu... pikirnya dalam hati.
                                                                                ***
                Apa yang harus aku jawab sekarang? Dia benar-benar berfikir kalau aku main-main. Pikiran Bagus kini campur aduk, sama deperti perasaannya kini. Percuma rasanya baginya untuk meyakinkan gadis yang satu ini, belum lagi ini hari yang salah . Kenapa harus ada April Mop? Ia menyesal mengungkapkan dihari yang salah. Bodoh.. ia memaki dirinya sendiri .
Kayaknya dia memang tidak suka denganku. Ya sudahlah, kalau memang begitu. Bagus berbaring diatas sofa kamarnya. Hening. Ia hanya menatap layar bbm lekat-lekat. Kemudian, dengan jari-jarinya yang lincah bergerak diatas keypad , ia mengetikkan pesan balasan kepada gadis cantik, yang sudah ia sukai sejak kelas satu SMP itu.
‘ Hehe, maaf Tha, aku becanda kok. Sorry banget.. Selamat April Mop ya.. :)  ‘